Tak Menuntut Finansial, Sarjono Minta Pelayanan Kesehatan RSUD dan Puskesmas Plat Merah Lebih Baik
Sarjono, warga Menangbaran, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong tetap akan menuntut pihak Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Pundong
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sarjono, warga Menangbaran, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong tetap akan menuntut pihak Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Pundong dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati terkait kematian bayi keduanya.
Dia berharap layanan kesehatan berpelat merah akan menjadi lebih baik.
Sarjono mengatakan, akan menyurati pihak komisi D DPRD Bantul terkait dengan layanan kedua instansi kesehatan ini.
Dia juga mendorong wakil rakyat bisa memanggil dua instansi tersebut agar bisa memberikan penjelasan secara utuh mengenai kematian bayinya.
“Tujuan saya ini hanya pihak RSUD dan Puskesmas meminta maaf jika ada kesalahan itu saja. Saya tidak menuntut ada ganti rugi secara finansial itu tidak penting, “ jelasnya, Rabu (14/9/2016).
Sebagai orang tua dan pasien, dia merasa sedih jika mendapatkan layanan kesehatan yang kurang baik.
Padahal, dia berharap layanan kesehatan dengan standar pemerintah akan memperhatikan pelayanan pada masyarakat kecil.
“Saya hanya ingin agar layanan kesehatan diperbaiki, tidak seperti sekarang, mengklaim sesuai prosedur namun tidak ada penjelasan pada pasien,” katanya.
MKEK
Jika memungkinkan, dia juga akan melayankan pada Majelis Komite Etik Kedokteran (MKEK).
Dia berharap agar keluhan terkait layanan kesehatan di RSUD dan Puskesmas berplat merah ini ditanggapi dan tidak menimbulkan korban lagi di masa datang.
“Saya harap dengan perbaikan ini tidak akan timbul korban lagi,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, pasangan Sumartiningsih dan suaminya Sarjono sempat kecewa dengan buruknya layanan kesehatan yang diduga menyebabkan bayi mereka meninggal dunia.
Sumarstiningsih sempat dirawat di Puskesmas Pundong pada hari Minggu (21/8/2016). Saat itu, dia mengalami kontraksi karena hendak melahirkan.
Namun, sekitar pukul 16.30 WIB, air ketuban Sumartiningsih pecah.
Menurut Sumartiningsih, selama dalam masa perawatan itu, tidak ada tindakan medis yang dilakukan petugas kesehatan di Puskesmas Pundong.
Hingga berselang dua jam lebih sekitar pukul 19.00 WIB, Sumartiningsih tetap tidak mendapat tindakan berarti.
Mendesak
Sumartiningsih dan suaminya akhirnya mendesak pihak puskesmas agar merujuk pasien ke rumah sakit.
Saat itu ada dua petugas puskesmas yang berjaga, yaitu seorang bidan dan seorang perawat.
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) itu akhirnya diantar ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul.
Tak berhenti sampai di situ, proses rujuk pun cukup lama karena sekitar pukul 20.00 WIB, Sumartinah baru tiba di RS.
Sesampai di sana, pihak RSUD hanya memantau detak jantung bayi Sumartiningsih dan mereka mengklaim baik-baik saja.
Setelah dirujuk ke RSUD Panembahan Senopati ternyata Sumartiningsih tak kunjung mendapat pelayanan yang berarti. Dia mendapat penanganan serius dari petugas pada Senin (22/8/2016) pukul 03.00 WIB.
Namun, itupun alat pemacunya pun mengalami kerusakan. Hingga akhirnya, sekitar pukul 05.00 bayi mereka bisa dikeluarkan dalam kondisi meninggal dunia.
Sesuai Prosedur
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, Drg Maya Sintowati Pandji menyatakan telah melakukan audit pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pundong terkait kematian bayi milik pasangan suami istri (pasutri) Sarjono dan Sumartingsih.
Pihak Dinkes setempat mengklaim Puskesmas sudah menjalankan penanganan sesuai dengan prosedur.
"Hasil audit memang menyatakan jika Puskesmas sudah melayani sesuai dengan prosedur," kata Maya.
Pihaknya pun sudah memanggil jajaran Puskesmas Pundong. Termasuk, meminta penjelasan mengenai ihwal adanya kasus ini.
Pihaknya juga memastikan dalam klarifikasi ini apakah ada standar operasional prosedur (SOP) yang tidak sesuai.
Meski sudah sesuai prosedur, kata Maya, komunikasi antara pihak Puskesmas dan keluarga pasien memang masih ada kendala.
Dia menyebut, besar kemungkinan ada miskomunikasi antara keluarga pasien dengan pihak Puskesmas.
"Namanya pasien kehilangan bayinya, pasti mau diberitahu seperti apapun sudah tidak bisa,"ujarnya. (tribunjogja.com)