Singgah Sejenak Mencicipi Segarnya Es Dawet Klaten Racikan Pak Cipto

Merasakan dawet buatan pak Cipto memang sangat cocok, apalagi jika cuaca sedang panas.

Penulis: khr | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Khaerur Reza
Es Dawet Ngudi Roso 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jika anda menuju Yogyakarta dari arah Solo dan sekitarnya, setelah situs Candi Prambanan atau tepatnya di Jl Solo KM16 Kalasan Sleman, anda akan menemui banyak penjual minuman dawet di sepanjang bahu jalan.

Di antara banyaknya penjual dawet tersebut, ada satu penjual dawet yang selalu ramai diserbu pengunjung.

Bahkan banyaknya pengendara yang berhenti di sana kadang sampai membuat jalanan di sana tersendat.

Warung dawet tersebut adalah Warung Es Dawet Ngudi Roso yang didirikan dan dikelola oleh Parno Cipto (52) bersama anak dan dua orang karyawannya.

"Saya jualan dawet di sini sudah sejak 1990, waktu itu belum ada yang lain yang jualan di sini. Bisa dibilang saya yang merintis usaha dawet di sini," ceritanya saat ditemui Tribunjogja.com, Rabu (27/4/2016).

Dawet Ngudi Roso

Dia menceritakan, awalnya ia berjualan bubur kacang hijau dari kampung ke kampung.

Namun sejak 1990, berbekal resep dari mertuanya, dia mulai berjualan dawet dan biasa mangkal di depan Kantor BPCB Yogyakarta yang berjarak sekitar 1 km dari tempatnya berjualan saat ini.

Namun sejak 2008, kawasan di sekitar Kantor BPCB Yogyakarta ditertibkan dan dilarang digunakan untuk berjualan karena mengganggu lalu lintas dan aktivitas di sekitar kantor tersebut.

Hingga kemudian dia pindah ke tempatnya sekarang yang berada tepat di seberang Juru Supit Bogem.

"Saya selalu berprinsip harga nggak terlalu muluk-muluk agar semua bisa merasakan, yang penting rasa tetap terjaga," ujarnya menceritakan resepnya hingga usahanya bisa bertahan selama itu.

Merasakan dawet buatan pak Cipto memang sangat cocok, apalagi jika cuaca sedang panas.

Hanya dengan Rp 3000 anda sudah disuguhi segelas es dawet yang terdiri atas campuran air kelapa, cendol dari sagu aren, tape ketan serta dicampur cairan gula jawa.

Dawet Ngudi Roso

Bagi anda yang tidak suka tape ketan bisa meminta untuk tidak mencampurkannya, dan harganya hanya Rp 2500.

Rasa segar berpadu dengan rasa manis yang alami dan tidak berlebihan akan menjadi pengalaman menyenangkan di tengah perjalanan anda.

Hal lain yang selalu diperhatikannya adalah kebersihan baik itu warungnya maupun peralatannnya tak luput dari sesuatu yang selalu dijaganya.

Resep yang diperoleh dari mertuanya tersebut adalah resep es dawet khas Klaten yang sudah berjalan turun temurun, berbeda dengan es dawet yang tidak kalah terkenal seperti dari Banjarnegara atau Purworejo.

"Ini berbeda dengan dawet Banjarnegara kalau mereka pakai cendolnya dari beras, selain itu biasanya mereka nggak pakai tape ketan," ujarnya.

Setiap harinya sekitar 800 porsi dawet selalu ludes dalam sehari, dia yang biasa buka sekitar pukul 09.00 WIB biasanya akan habis paling lama sekitar pukul 17.00 WIB.

"Tergantung cuaca kalau lagi panas kadang jam 13.30 WIB juga sudah habis, kalau musim hujan yang sampai sore kadang sampai menjelang Maghrib. Namanya juga usaha, nggak mesti," ujarnya.

Kalau anda melewati sana ada baiknya anda bersitirahat dan menikmati kuliner ringan yang satu ini. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved