Liputan Khusus
Koperasi Pandawa Gerilya Cari Nasabah
BPR ketar ketir, jika semakin meluas akan mempengaruhi rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
Penulis: dnh | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sepak terjang koperasi Pandawa yang mempengaruhi nasabah beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di beberapa wilayah, terutama di Gunungkidul dapat menimbulkan dampak serius.
BPR ketar ketir, jika semakin meluas akan mempengaruhi rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
Terlebih, dari penelusuran Tribun Jogja di lapangan, sistem yang digunakan untuk memperngaruhi nasabah adalah dengan sistem getok tular, person to person dan melalui sebuah forum. Layaknya sebuah gerilya.
"Kami dituntut menciptakan kredit yang baik. Kalau kreditnya banyak yang NPL gimana?" ujar Dirut BPR Ukabima, Sudjut Budi Utomo.
Sudjut pun mengatakan, petugas mereka yang turun di wilayah memberi pemahaman kepada debitur terkait dengan ketidakbenaran janji yang dihembuskan oleh Koperasi Pandawa. Ini demi kepentingan nasabah dan bank.
Adapun angka rasio kredit bermasalah dari BPR di DIY masih di atas lima persen. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK),angka Februari 2016 berada pada level 5,85 persen, adapun kredit yang disalurkan mencapai Rp 3,6 triliun.
Dalam Statistik Perbankan Indonesia, Februari 2016 untuk DIY rasio kredit bermasalah BPR sejumlah Rp 210 miliar. Sementara pada Januari 2016, tercatat ada Rp 193 miliar.
Sementara itu data Bank Indonesia, dari 53 BPR yang tercatat ada di DIY jumlah total debitur hingga Maret 2016 mencapai 105.559 rekening. Jumlah ini lebih sedikit jika dibanding dua bulan pada awal tahun yakni sejumlah 106.444 dan106.219 rekening.
Kekhawatiran tentang meledaknya angka rasio kredit bermasalah juga dikeluhkan oleh Dirut BPR Alto Makmur, Kusmintarja Yatendra. Menurutnya iming-iming yang diberikan oleh Koperasi Pandawa sangat berbahaya, jika semakin banyak yang ikut dengan koperasi Pandawa maka bukan tidak mungkin kredit macet akan bertambah.
Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma'ruf mengatakan praktik-praktik penipuan dalam dunia keuangan seharusnya bisa lebih ditekan jika masyarakat memiliki literasi keuangan yang baik. Ia melihat upaya yang dilakukan oleh pihak terkait dalam hal ini pemerintah belum maksimal.
"Modusnya kan banyak, kalau ada literasi keuangan, maka bisa dicegah. Harus tegas, kalau perlu diumumkan dan dibuat katalog modus-modus apa yang pernah terjadi sehingga warga tau," kata Ma'ruf. (*)