Meranggi Warangka Keris Bermutu Tinggi di Kampung Nyutran

Lama pembuatan satu warangka relatif singkat, hanya satu dua hari saja.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Hendy Kurniawan
TRIBUN JOGJA/RENDIKA FERRI KURNIAWAN
Eko sedang meranggi warangka keris dari kayu timoho bermotif macan tutul, di bengkel miliknya di kampung Nyutran, Wirogunan, Selasa (21/4/2015). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri Kurniawan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keris, salah satu budaya peninggalan nenek moyang yang tak ternilai harganya.

Suatu keris dapat dikatakan sebagai suatu karya luhur, karena dalam proses pembuatannya diperlukan pengetahuan tinggi dan memakan waktu yang panjang.

Adapun setiap bagian keris memiliki fungsi kesatuan masing-masing, semisal warangka keris.

Pembuatannya pun dilakukan oleh empu yang berbeda dari empu keris.

Warangka merupakan bagian keris berupa sarung berfungsi sebagai wadah keris.

Pembuatannya dilakukan oleh seorang yang mempunyai keahlian khusus.

Eko Supriyono, adalah salah satu pembuat warangka dan perabot keris di Yogyakarta.

Menempati bengkelnya di kampung Nyutran, Eko telah membuat ratusan warangka keris yang bermutu tinggi.

Sejak tahun 1977, usaha peranggian keris milik Eko telah ada dan berdiri.

Istilah Meranggi ini merupakan sebutan bagi keahlian khusus dalam pembuatan warangka keris.

Usaha peranggian keris ini sudah diwariskan turun temurun dari ayah Eko yang merupakan empu pembuat warangka yang sedari dulu meranggi di kampung Nyutran, Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta.

"Usaha peranggian ini sudah ada sejak dari ayah saya. Kalau saya sendiri mulai usaha pada tahun 1977. Tempatnya pun dari dulu di kampung Nyutran ini," tutur Eko.

Ia menjelaskan, warangka keris ini terbuat dari berbagai macam jenis kayu, seperti kayu timoho, kayu mojo, kayu asem, ataupun kayu jati.

Kayu timoho sendiri merupakan jenis kayu yang mempunyai kualitas terbaik.

Selain karena sudah langka, kayu timoho diyakini memiliki pelet, semacam daya tarik yang dimiliki kayu itu sendiri.

"Bagus enggaknya warangka tergantung jenis kayu yang dipakai. Kayu Timoho paling bagus jenisnya. Harganya pun mahal. Sedangkan yang paling murah, kayu cendana, jati atau asem," tutur Eko.

Ia melanjutkan, untuk proses pembuatan warangka pertama yakni proses pembahanan.

Pemilihan kayu menjadi tahap paling awal pembahanan.

Kayu mojo, kayu cendana, atau bahan gading gajah.

Tahap ini memakan waktu yang cukup lama, karena diperlukan pilihan kayu tertentu.

Tahap selanjutnya adalah pembentukan warangka.

Pembentukan ini dibagi menjadi pembentukan gedangan, yaitu gagang keris yang melengkung.

Seusai gedangan dibuat, dipasangkan gandar, gagang panjang dari warangka.

Kedua bagian itu disambung, atau istilahnya dicantik.

Pada tahap ini, pembuatan warangka sudah mencapai 50 persen.

Adapun tahap terakhir adalah penghalusan.

Inilah yang menentukan bagus tidaknya warangka yang ditentukan pada tahap finishing yaitu proses pengamplasan.

Penghalusannya pun tak menggunakan pelitur. Melainkan digosok menggunakan tangan atau dengan kain.

Meski cukup rumit, namun prosesnya ternyata relatif singkat, yakni hanya menghabiskan waktu satu hingga dua hari saja.

Waktu yang cukup lama adalah pada saat pembahanan, pemilihan kayu.

Ia menyebutkan bahwa kebanyakan pelanggan jasa meranggi keris berasal dari kalangan pejabat, pegawai, kolektor ataupun masyarakat umum.

Biasanya mereka memiliki pilihan khusus mengenai jenis kayu yang diinginkan.

Wajar saja, harganya pun beda.

Warangka dengan kayu timoho, dipatok harga Rp10 juta.

Berbeda harga lagi jika polanya macan tuthul, kendhit, nyamel dan banyak lagi.

Sedangkan, warangka yang murah, Rp200.000, seperti kayu jati ataupun kayu asem.

Warangka yang paling mahal yakni yang terbuat dari gading.

Gading yang berasal dari gajah ditaksir bisa sampai Rp25 juta.

Diujung percakapan, Eko berharap bagi generasi penerus paling tidak bisa mengerti, syukur bisa belajar proses pembuatan warangka dan peranggian. Sehingga pengetahuan meranggi keris ini tak putus di satu generasi saja, dan bisa diwariskan ke anak cucu nanti.

"Saya berharap semoga pengetahuan meranggi warangka ini tak putus pada satu generasi saja. Semoga dapat diwariskan ke anak cucu kita nanti. Bukan hanya warangka saja, tapi pembuatan keris keseluruhannya," harap Eko. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Tags
keris
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved