Kerajinan Air Mancur Bambu Datangkan Keuntungan Jutaan Rupiah
Kerajinan berupa air mancur bambu yang dikembangkan sejak satu tahun terakhir, kini per bulan mampu mencapai omzet sekitar Rp 7 juta.
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Berawal dari keinginan mencoba berinovasi dengan mengembangkan keterampilan tangan yang dimiliki. Kini hasil kreatifitas berupa kerajinan Air Mancur Bambu yang dikembangkan Suranto secara bertahap merambah pasar nasional.
Kerajinan berupa air mancur bambu yang dikembangkan sejak satu tahun terakhir, kini per bulan mampu mencapai omzet sekitar Rp 7 juta. Keuntungan itu dengan perhitungan rata-rata perminggu hasil karyanya terjual lima buah dengan harga mulai Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu.
Kerajinan air mancur bambu ini sebenarnya cukup sederhana dalam pembuatannya. Bahan baku berupa bambu cendani dan apus dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Selanjutnya dirangkai sedemikian rupa agar air yang keluar dapat mengalir melalui lobang bambu tersebut.
Pada rangkaian bambu itu, dipasang gerabah sebagai alas dan wadah air. Sedangkan untuk mengalirkan air, Suratno memanfaatkan mesin pompa air aquarium. Kemudian untuk menambah tampilan agar lebih menarik, dipasang lampu kecil dan hiasan yang bernuansa alam.
Sejauh ini, untuk memenuhi permintaan pesanan Suranto dibantu empat karyawannya. Namun jika permintaan banyak, biasanya ia mendatangkan sejumlah tenaga dari luar. Rata-rata, kerajinan air mancur bambu ini dipasarkan ke Jakarta, Bali, dan Sumatera.
"Sebenarnya banyak sekali tawaran ekspor melalui email dan lain-lain, tapi terus terang saya belum punya pengalaman," katanya.
Dalam mempromosikan kerajinan ini, warga Dusun Kaliwundu, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden itu hanya mengandalkan media online melalui website yang ia miliki. Melalui web tersebut pula ia berinteraksi dengan para pemesan.
"Kalau awalnya memang pesanan sepi, tapi sekarang sudah mulai ramai. Kadang ada yang pesan lewat email, ada pula yang datang langsung ke rumah," ujar laki-laki berusia 40 tahun dan belum berkeluarga ini.
Untuk desain, selama ini ia lakukan sendiri. Meskipun tidak menutup kemungkinan desain juga disesuaikan permintaan pemesan.
Kemudian untuk bahan baku utama seperti bambu cendani dan apus, ia memerolehnya dari daerah Kopeng Salatiga dan wilayah sekitaran Gunung Merapi.
Yang menjadi kendala, bahan baku tersebut tidak selalu ditanam oleh para pemilik lahan. Sebab biasanya pemilik lahan akan menanami lahan mereka sesuai musim.
Ke depan, ia berencana mematenkan hak karyanya tersebut. Sebab ia khawatir jika hasil kreatifitasnya ini berkembang akan mudah ditiru oleh orang lain. (*)