Pembatasan BBM Subsidi
Hiswana DIY Usulkan Harga Solar Naik
Pembatasan kuota solar bersubsidi yang sudah diterapkan pemerintah, membuat beberapa SPBU harus menerima kekosongan pasokan solar
Penulis: Gaya Lufityanti | Editor: Joko Widiyarso

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pembatasan kuota solar bersubsidi yang sudah diterapkan pemerintah, membuat beberapa SPBU harus menerima kekosongan pasokan solar untuk sementara. Di satu pihak, ada SPBU yang mengalami kekosongan pasokan solar, di lain pihak ada SPBU yang kebanjiran pelanggan lantaran susah mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ini.
“Melihat kondisi yang memprihatinkan saat ini, lebih baik harga Solar ini dinaikkan saja,” ujar Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DIY, Siswanto pada Rabu (3/4/2013).
Pembatasan Solar Bersubsidi ini jelas menjadi situasi yang dilematis bagi masyarakat, SPBU serta pemerintah terkait. Bagi masyarakat, saat ini solar subsidi merupakan BBM yang banyak dicari-cari, terutama kebutuhannya banyak diandalkan oleh angkutan umum. Jika Solar bersubsidi sudah habis di banyak SPBU, maka pelanggan akan terpaksa membeli Solar nonsubsidi yang harganya lebih mahal dua kali lipat.
Sementara pihak Pemda juga saat ini sedang berupaya memenuhi kuota solar yang ditetapkan pemerintah. Kuota Solar Subsidi tahun 2013 di wilayah Jateng DIY telah ditetapkan oleh BPH Migas sebesar 1.878.843 Kilo liter (KL). Angka ini lebih rendah 4 persen dibandingkan kuota Solar subsidi tahun 2012 sebesar 1.947.822 KL.
“Sedangkan Hiswana di sini sebagai pelaksana saja,” jelasnya.
Usulan menaikkan harga solar bersubsidi ini, lanjutnya, juga merupakan aspirasi dari sebagian pelanggannya. Menurut survey yang dilakukannya, pelanggan lebih memilih harga dinaikkan daripada solar bersubsidi ini susah didapatkan. Ia menambahkan, kebanyakan pelanggan mengaku tak keberatan jika harga solar bersubsidi itu dinaikan Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per liternya.
Ia berpendapat, jika harga Solar bersubsidi dinaikkan, justru akan lebih meringankan jika dibandingkan dengan membeli solar nonsubsidi yang harganya mencapai Rp 10.700 per liternya. Bagi angkutan umum misalnya, jika nantinya ada kenaikan tarif, maka kenaikan tersebut tidak akan terlalu tinggi.
"Jika angkutan umum harus pakai solar nonsubsidi seharga Rp 10.700, berapa kali lipat mereka harus naikan tarif," tambahnya. (*)