Resensi Buku

"Madre" Karya Dewi Lestari

Dee benar-benar jeli dan pintar memilih Madre untuk dijadikan master dari 13 kumpulan cerita dan puisi yang ditulisnya.

Penulis: Iwan Al Khasni | Editor: Joko Widiyarso
Judul Buku   :  Madre
Penulis          :  Dewi “Dee” Lestari
Penerbit        :  Penerbit Bentang
Cetak            : 2012
Halaman       : 160 Halaman

DEE benar-benar jeli dan pintar memilih Madre untuk dijadikan master dari 13 kumpulan cerita dan puisi yang ditulisnya. Satu kata yang tak akrab di telinga kita, namun mampu menggugah rasa penasaran siapa saja yang melihat buku yang didominasi warna oranye itu.

Madre adalah satu cerita karya Dewi “Dee” Lestari yang dijadikan master dalam buku Madre yang sudah masuk cetak ketiga pada 2012. Cerita tentang perjalanan pemuda bernama Tansen Wuisan yang hidupnya tiba-tiba berubah setelah mendapatkan surat warisan dari orang yang sama sekali tak dikenalnya.  

Dia diminta datang ke Jakarta untuk mengurus warisan itu. Pergilah Tansen ke Jakarta dan bertemulah dia dengan sosok Pak Hadi. Orangtua inilah yang akan mengawali cerita berubahnya kehidupan Tansen yang bergaya hidup bebas saat di Pulau Dewata.

Datanglah Tansen ke Jakarta, kemudian dia kenalkan dengan Madre oleh Pak Hadi. Madre bukanlah sosok orang, dia adalah sebutan adonan biang yang digunakan untuk membuat roti  yang dibuat secara turun temurun.

Adonan warisan dari keluarga Tansen yang ternyata memiliki toko roti legendaris tanpa diketahui oleh Tansen. Awalnya dia tak percaya dengan cerita Pak Hadi, Tansen berusaha menolak kenyataan bahwa dirinya mendapatkan warisan resep adonan roti yang disebut Madre itu.

“Apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak Tionghoa, nenek saya saya ternyata bikin roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga yang tidak pernah saya tahu; Madre” (hal: 18)

Tansen mengalami konflik batin menerima kenyataan itu, dia harus meneruskan warisan berupa adonan roti yang harus diperlakukan seperti keluarganya sendiri. Sama sekali berbeda dengan kehidupannya dahulu yang bebas saat hidup di Bali, kini dia harus mampu mengaduk-aduk roti dan meneruskan toko yang sudah mati suri.

“Lama aku termenung. Silsilah hidupku berubah dalam sepeminuman kopi. Perasaan in begitu asing hingga tak bisa kudefinisikan,” (hal: 11).

Namun akhirnya, Tansen luluh dan mencoba meyakini apa yang sudah diwariskan kepadanya. Dia mengikuti kata hatinya dan menuruti pertimbangan Pak Hadi yang dulunya adalah karyawan dari kakek-neneknya pemilik toko roti legendaris  Tan de Bakker.

Pada cerita Madre ini, Tansen juga dipertemukan dengan sosok Mei. Wanita yang dikenalnya lewat internet. Mei ternyata pengusaha roti modern itu juga mengetahui sejarah toko Tan de Bekker milik kakek-neneknya Tansen, hingga akhirnya mereka membangun dan merintis sukses bersama-sama. (iwan al khasni)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved