Tren Konsumsi Masrum
Masrum Masuk Dalam Bahan Adiktif Lain
BNN memasukkan masrum, atau jamur dari kotoran binatang, ke dalam golongan bahan adiktif lain.
Penulis: Hendy Kurniawan | Editor: tea
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Narkotika Nasional (BNN) memasukkan masrum, atau jamur dari kotoran binatang, ke dalam golongan bahan adiktif lain. Dengan definisi, bahan atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang dapat menyebabkan ketergantungan dan berakibat fatal bila berlebihan.
Menurut Kepala Bidang Pencegahan BNN Provinsi (BBNP) DIY, Bambang Budi Istiharjo, bahan-bahan adiktif antara lain rokok, kopi, minuman keras, buah kecubung, bunga nusa indah, buah pala, pelepah dan getah pepaya, lem aibon, inhalant thinner, jamur dari kotoran binatang dan lainnya.
"Mengenai masrum, sampai sekarang memang belum ada aturan apakah bisa ditindak atau tidak. Butuh pengkajian yang lebih lanjut baru kemudian bisa disusun rumusan peraturannya," terang Bambang, Jumat (22/6/2012).
Namun demikian, ia menjelaskan, konsumsi masrum yang berlebihan tidak baik untuk kesehatan karena orang yang memakannya akan berada di bawah pengaruh efek halusinasi. Menjadi berbahaya bila saat di bawah kesadaran kemudian melakukan aktifitas berisiko, seperti mengemudikan kendaraan bermotor.
"Orang yang menggunakan masrum akan mengalami perasaan yang takut sekali atau senang sekali, sesuai yang dipikirkan saat itu. Biasanya juga akan merasa asyik dengan dirinya sendiri atau fokus dengan apa yang dilakukan atau dipikirkan," tandas Bambang.
Sedangkan dosen mikrobilogi Fakultas Peternakan UGM, Dr Widodo Hadi Saputro, menerangkan, masrum kotoran binatang memang tidak umum dibudidayakan, dan tumbuh alami. Sehingga, sebaiknya tidak dikonsumsi karena memiliki indikasi memiliki efek samping jika dimakan.
"Jadi untuk jamur yang dikonsumsi lebih baik mengidentifikasi spesiesnya, kemudian dibudidayakan untuk dikonsumsi. Jangan sembarang jamur dimakan dan mengakibatkan efek yang tidak bermanfaat," urainya.
Sama halnya bakteri, ada yang bermanfaat ada yang tidak, jamur pun memiliki beberapa spesies yang bermanfaat dan ada yang beracun. Ia mencontohkan jamur sitake yang menjadi favorit masyarakat Jepang sangat bermanfaat bagi tubuh. Tapi ada juga jenis jamur yang beracun, biasanya yang berwarna-warni itu adalah beracun.
"Sedangkan jamur yang tidak berbahaya biasanya berwarna putih. Tapi yang memiliki warna agak gelap, seperti putih kecokelatan atau putih kemerahan, biasanya masyarakat awam tahu itu tidak bisa dikonsumsi. Karena ada kandungan toxin yang salah satunya menyebabkan halusinasi," papar Widodo.
Namun ia menegaskan, tidak semua jamur yang tumbuh di kotoran sapi berbahaya. Hanya, karena tumbuh dalam komunitas habitat alam di mana semua jamur bisa tumbuh, harus dipilih mana yang menguntungkan seperti lentinus, kemudian diambil untuk ditumbuhkan pada media yang lebih steril dengan paparan sinar matahari serta suhu yang dikontrol.
"Sehingga yang tumbuh adalah lentinus. Sedangkan bakteri atau mikrobia yang merugikan tubuh manusia tidak tumbuh. Jadi jamur tersebut bisa dikonsumsi dan tidak membahayakan bagi kesehatan manusia ketika dikonsumsi," pungkas Widodo. (*)