Batik Kian Disuka Pelajar dan Remaja
Sebisa Mungkin Motif Jangan Diseragamkan
Batik yang dipandang hanya pantas dikenakan orang tua, kini mulai disuka kalangan usia belasan tahun.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sulaiman Gumilang (17), siswa SMAN 8 Yogyakarta memiliki alasan sepele menyukai kemeja batik. ”Bahannya sejuk dan bajunya bisa dikeluarkan," alasannya.
Ia mengaku suka mengenakan kemeja batik setelah kasus klaim batik oleh Malaysia. Sebelumnya, siswa yang akrab dipanggil Iman ini mengatakan jarang memakai batik.
Ketika ditemui Jumat (07/01/2011), siswa kelas XI IPS 1 ini mengenakan kemeja batik kontemporer variasi motif parang.
”Lagipula sekarang batik telah berkembang sesuai selera remaja. Saya memakai batik sekaligus ikut menjaga warisan budaya bangsa, bukan karena tiap Jumat memang harus memakai kemeja batik,” tambahnya.
Sejak dua tahun lalu, setiap sekolah di Kota Yogyakarta memiliki seragam baru, batik. Wajib batik setiap Jumat diberlakukan sejak pemerintah mengukuhkan batik sebagai aset budaya bangsa yang wajib dilestarikan.
Meski pengukuhan itu dilakukan setelah warisan budaya ini diklaim Malaysia sebagai warisan budaya mereka. Sebelumnya, batik memang tak menjadi tren di dunia pelajar dan remaja. Namun kini, batik mulai menjadi pakaian yang nyaman dikenakan bagi usia belasan tahun itu.
Awalnya, seragam batik pelajar disediakan pihak sekolah. Batik itu pula menjadi identitas baru bagi sekolah. Hanya saja, sebagian besar sekolah memberikan kebebasan bagi siswanya untuk memilih motif dan corak batik pada masing-masing siswa.
Kepala SMAN 8 Yogyakarta Maryana mengatakan batik merupakan pakaian harian sekolah, bukan seragam.
Maryana menyatakan pihaknya tidak mengikat siswanya dengan keharusan memakai motif maupun warna pakaian batik tertentu.
Selama ini, katanya, SMAN 8 memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengenakan pakaian batik dengan motif apapun.
Sebagai batasan, SMA yang terletak di Jalan Kenari Muja Muju Yogyakarta hanya mengatur tentang model pakaiannya, atasan kemeja batik dan celana panjang selain bahan jeans.
”Itu bentuk kebebasan siswa untuk berkreasi, mengeksplorasi diri dan menghargai kebudayaannya,” ujar Maryana.
Ia pun mengaku lebih senang jika para siswa mengenakan beranekaragam motif batika dengan warna saling berlainan.
Sekolah berjuluk Delayota itupun sebenarnya menyediakan bahan batik jika ada siswa memesan. ”Namun siswa lebih suka memilih sendiri motif dan warna kemejanya,” lanjutnya.(*)