Daerah Kulon Progo

Saya Disuruh Pergi dari Kulon Progo

Berbagai teror diterima oleh petani warga Kulon Progo yang menolak proyek pasir besi

zoom-inlihat foto Saya Disuruh Pergi dari Kulon Progo
TRIBUNJOGJA.COM/EDI NURCAHYO
Widodo, koordinator PPLP saat ditemui Tribun di rumahnya, Desa Nggarongan, Wates, Kulon Progo (03/01/2010)
laporan Wartawan Tribunjogja : Edi Cahyono

TRIBUN JOGJA.COM, KULON PROGO, - Berbagai macam teror telah dialami Widodo (32), warga Desa Nggarongan, selama kurang lebih empat tahun. Ia bersama kawan-kawan petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP), memperjuangkan agar proyek penambangan pasir besi, batal dilaksanakan.

Teror yang dialami, dalam perjuangan menolak proyek itu, puncaknya terjadi, pada 27 Oktober 2008 silam. "Puluhan preman dari investor, merusak dan membakar posko-posko penolakan proyek penambangan pasir, di lima desa," tegasnya.

Ia juga sering diikuti orang tidak dikenal, waktu di jalan. Keluarganya, termasuk istrinya, tak luput dari ancaman teror. "Kadang istri saya sering melihat, mobil datang terus berhenti sejenak, di depan warung, di dalam mobil itu, kata istri saya yang jaga warung, berisi orang-orang sangar, sambil melotot, ke arahnya, kemudian pergi berlalu," jelas pria berambut gondrong ini. Ia mengaku, istrinya sempat tidak tenang, kalau melihat hal seperti itu.

Tidak hanya itu, sms bernada ancaman, sering ia terima. "Jumlahnya tidak terhitung, bunyi sms yang paling kuingat, saya disuruh pergi dari Kulon Progo," tutur koordinator PPLP tersebut, saat ditemui di rumahnya, Desa Ngranggon, Senin (03/01/2010).

Ancaman dan teror yang sering ia terima, tidak membuatnya surut, memperjuangkan penolakan. Ia menganggap, pemerintah tidak pernah memikirkan nasib petani yang lahannya, terkena pemetaan proyek penambangan pasir. "Saya bersama kawan-kawan saat bertemu Sri Sultan, tidak ada kejelasan kami akan dikemanakan, ia hanya bilang proyek penambangan pasir ini akan memberi manfaat banyak, hal itu bagi saya hanya omong kosong," terang Widodo, sambil sesekali menghisap rokok kreteknya.

"Meski, kami harus pindah atau bagaimana, kami tidak bersedia. Bagaimanapun juga kami cari makan lebih dari lima ribu penduduk, di sini," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved