Techno

Pendiri Twitter Akui Pihaknya Belum Temukan Cara Basmi Hoaks dan Ujaran Kebencian

Sang pendiri sekaligus CEO, Jack Dorsey, mengaku hingga kini belum menemukan solusi terbaik untuk masalah tersebut.

Editor: Ari Nugroho
kompas.com
Ilustrasi pengguna twitter 

TRIBUNJOGJA.COM - Hoaks alias berita palsu masih menjadi masalah pelik di sejumlah platform media sosial.

Peredaran hoaks di Twitter masih terus terjadi, bahkan semakin menjadi-jadi.

Sang pendiri sekaligus CEO, Jack Dorsey, mengaku hingga kini belum menemukan solusi terbaik untuk masalah tersebut.

“Kami belum bisa secara tuntas memecahkan masalah ini. Namun kami sangat memperhatikan isu ini dan berupaya mempertanyakan berbagai kemungkinan jalan keluar,” kata dia.

Menurut Jack Dorsey, Twitter telah banyak berbenah dari waktu ke waktu, meski dampaknya memang belum terlalu terlihat.

Ia pun tak menyangka perkembangan Twitter sangat cepat dan meluas, sehingga menimbulkan dampak-dampak negatif pula.

“Ketika kami mulai mendirikan Twitter 12 tahun lalu, kami tak terlalu memikirkan bagaimana dampak sebuah kicauan bisa sangat besar seperti hari ini,” ia menuturkan, dalam sebuah wawancara dengan CNN, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Senin (20/8/2018).

Baca: Unggah Sejumlah Foto di Twitter, Sunmi Beri Kode Comeback Bulan September?

Selain berita palsu, masalah lain yang terjadi di Twitter mencakup ujaran kebencian, SARA, hingga provokasi politik.

Hal ini juga diakui Jack Dorsey masih terus dipelajari polanya dan mekanisme pemecahannya.

Ia mengatakan, Twitter enggan langsung menghapus sebuah akun ketika dinilai menyebarkan kebencian.

Pasalnya, sebuah kicauan yang tak santun belum tentu mendefinisikan karakter sebuah akun sepenuhnya.

“Sulit untuk menghimpun kepercayaan pengguna jika Twitter serta-merta memblokir akun berdasarkan kondisi perasaan dan kicauan mereka dari momen ke momen,” ia menjelaskan.

Menurut dia, yang semestinya dilakukan adalah mengamati pola perilaku akun dari waktu ke waktu.

Akan tetapi, Jack Dorsey mengaku pihaknya belum memiliki sumber daya yang mumpuni untuk secara aktif melakukan tugas tersebut.

“Akan menghabiskan waktu berjam-jam melihat video, teks, dan konten secara detail untuk setiap akun yang ada di Twitter,” kata dia.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved