DIY

Aksi Buruh Warnai May Day di Yogyakarta

Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Ratusan buruh memperingati Hari Buruh di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Selasa (1/5/2018). 

Laporan Calon Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- "Buruh bersatu tak bisa dikalahkan! Buruh bersatu tak bisa dikalahkan!"

Kalimat itulah yang digemakan oleh massa selama long march dari Abu Bakar Ali hingga titik Nol kilometer.

Massa melakukan aksi dalam memperingati Hari Buruh Sedunia.

Massa yang pertama kali melakukan aksi adalah gabungan dari buruh gendong, Perempuan Pekerja Rumahan (PPR), dan Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Ketua serikat federasi PPR Bantul, selaku koordinator aksi, Warisah menuturkan PPR kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Pendapatan buruh juga di bawah UMP.

"Kami setiap tahun melakukan aksi. Kami kurang diperhatikan pemerintah. Upah kami di bawah UMP. Kalau kami buruh upahnya beda sama pabrik. Kami upahnya borongan, tergantung kualitas dan jumlahnya produksi," tuturnya.

Warisah melanjutkan buruh tidak diberi fasilitas oleh pemberi kerja.

Upah yang minim juga membuat para buruh take mampu membayar BPJS.

"Kami tidak diberi fasilitas. Pekerjaan kami bawa ke rumah, jadi listrik segala macem kami sendiri yang tanggung. Kami juga perlu jaminan kesehatan, tetapi dengan upah yang minim Mana mampu kami bayar BPJS,"lanjutnya.

Ia dan kelompoknya ingin mendapat bantuan BPJS Keternagakerjaan non iuran, ingin upah layak sesuai UMP dan UMK, pengakuan atas hak-hak sebagai pekerja rumahan, dan lain-lain. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved