Pertapa Tewas di Gunung Budheg, Tulangnya Berserakan dan Kepalanya Hilang
Teka-teki penyebab Sapariyanto alias Bero tewas di Puncak Sisi Utara Gunung Budheg, terungkap.
TRIBUNJOGJA.COM, KEDIRI - Teka-teki penyebab Sapariyanto alias Bero tewas di Puncak Sisi Utara Gunung Budheg, Kediri pada Rabu (3/1/2018) pagi terungkap.
Lelaki yang berasal dari Dusun Blimbing, Desa Ngranti, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung itu diyakini meninggal karena jatuh.
Keyakinan ini berdasar kondisi tulang saat ditemukan yang berserakan.
Menurut informasi di sejumlah internal kepolisian, sejumlah tulang korban juga patah. Contoh tulang ekor, paha kanan, tulang panggul, tulang iga dan tulang lengan bawah.
"Kalau melihat patahnya tulang, pasti karena jatuh dari ketinggian. Kalau meninggal dalam kondisi normal tulangnya pasti utuh," terang sumber itu.
Warga setempat, Sukamdi juga menambahkan kalau puncak sisi utara mempunyai pemandangan sangat indah namun berbahaya.
Karena selain berbatasan dengan tebing yang berdiri tegak lurus, anginnya cukup kencang.
Sering kali kambing warga yang dilepas bebas mencapai puncak ini.
"Sudah sering kambing warga jatuh dari puncak ini dan pasti langsung mati," ucapnya.
Fakta Baru
Sekadar diketahui, Puncak utara gunung di Dusun Kendit, Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat ini mempunyai ketinggian sekitar 100 meter dari tebing di bawahnya.
Tebing itu berdiri tegak, lalu untuk mencapai lokasi ini hanya bisa melalui Goa Tritis di sebelah barat.
Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Mustijat Priyambodo mengatakan sulit memastikan penyebab kematian Bero. "Karena kondisinya hanya menyisakan tulang," ucap Mustijat kepada SURYA.co.id
Meski demikian, ada fakta baru yang terungkap dalam penyelidikan polisi.
Jadi, Bero pamit bertapa di Gunung Budheg itu pada 1 Desember 2017 silam. Bero naik wilayah gunung yang dijadikan obyek wisata ini dari sisi barat yang merupakan jalur pendakian utama.