Praktik Pengemis di Yogyakarta

Pengakuan Pengemis Ngesot. Diteriaki 'Nek Isa Mlaku Rasah Digawe Ngesot-ngesot'

Kisah pengemis bernama Harno. Dia sempat menjadi bahan pembicaraan di media sosial

Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM | Facebook ICJ
Harno saat ditemui di indekosnya di daerah Jombor, Sleman, Selasa (10/10/2017). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beda pengemis beda cerita, satu diantaranya kisah pengemis bernama Harno. Dia sempat menjadi bahan pembicaraan di media sosial lantaran meminta minta dengan cara berjalan ngesot.

Bagaimana sebenarnya dirinya? Tribun Jogja juga menelusuri pengemis yang sering beraksi di sejumlah pasar di Sleman.

Ia adalah Harno, lelaki yang saat mengemis selalu mengenakan kopiah dan berjalan dengan cara ngesot.

Pria berusia sekitar 45 tahun ini mengaku terpaksa mengemis karena tidak ada pilihan lain. Pria asal Parakan, Temanggung, Jawa Tengah ini tinggal di sebuah kontrakan di Tegal Mlati Jombor Lor, Sleman.

Saat Tribun Jogja datang menemuinya, Harno tampak segar setelah selesai mandi. Namun terkait kondisi fisiknya, Harno bersumpah bahwa ia memang tidak bisa berjalan. Ia juga mengaku terpaksa mengemis untuk mencukupi kehidupannya.

Harno memutuskan menjadi pengemis setelah kakinya lumpuh pascakecelakaan kerja. Sekira dua tahun lalu, Harno yang merupakan kuli bangunan bekerja di sebuah gedung bertingkat. Namun oleh mandornya, ia dicelakai dan terjatuh hingga mengalami kelumpuhan pada kakinya.

Baca: Menguntit Aksi Pengemis Berburu Rupiah, Kerja Ditunggui Anak Sambil Mainan Gadget

Pasca kejadian tersebut, Harno menghabiskan hari-harinya di kediaman orangtuanya. Hari-hari dihabiskan untuk melamun meratapi nasibnya.

"Ketimbang di rumah cuma melamun meratapi nasib, saya putuskan buat ngemis," ujar pria yang mengaku masih bujang ini, Selasa (10/10/2017).

PEMINTA-MINTA. Seorang peminta-minta menanti sedekah dari jamaah masjid seusai solat Jumat di Masjid GEde Kauman, Kota Yogyakarta, Jumat (13/10/2017).
PEMINTA-MINTA. Seorang peminta-minta menanti sedekah dari jamaah masjid seusai solat Jumat di Masjid GEde Kauman, Kota Yogyakarta, Jumat (13/10/2017). (TRIBUNJOGJA.COM | Hasan Sakri)

Ada rasa malu

Kota Yogya pun dipilih lantaran dinilai dekat dengan tempat tinggalnya. Selain itu dipilihnya Yogya pun beralasan. Dia malu bila sahabat dan kerabatnya tahu kalau dia mengemis. Untuk itu, Harno memilih mengasingkan diri dari hiruk pikuk tanah kelahirannya.

Harno mengaku, saat ramai dia mampu kantongi Rp150 ribu dalam sehari beroperasi. Jika perolehannya dihitung 30 hari kerja sebulan, maka yang diperoleh Harno bisa mencapai Rp4,5 juta setiap bulannya. Namun, kalau benar-benar apes, dalam sehari dia mungkin hanya bisa membawa pulang Rp35 ribu.

Dengan pendapatan tersebut, Harno mesti pintar-pintar mengatur keuangan agar bisa mencukupi kebutuhan harian serta membayar kos bulanan. "Kalau makan ya seadanya, kadang nempur beras Rp6 ribu, Rp10 ribu. Lauknya seadanya," katanya.

Indekos yang didiami Harno per bulannya Rp500 ribu. Di ruangan kecil tersebut tak ada fasilitas wah. Hanya ada kasur tipis, satu buah lemari pakaian, serta satu buah magicom. Di tempat ini, Harno tinggal bersama pasangan belum resminya, Atun. Wanita asli Semarang inilah yang dengan setia menemani Harno.

Dari pukul 06.00 hingga pukul 16.00, Harno biasa habiskan waktunya untuk hilir mudik menimba rupiah dengan cara meminta-minta. Pasar Gamping, Pasar Godean, Jalan Damai, Pasar Demangan merupakan sejumlah lokasi yang biasa dia datangi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved