Monita Lebih Suka Membalap daripada Modelling
Daun tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah itu tepat bagi Monita Permata Wijaya. Awalnya, remaja 16 tahun ini aktif di dunia modelling
Penulis: say | Editor: tea
Laporan Reporter Tribun Jogja, Siti Ariyanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Daun tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah itu tepat bagi Monita Permata Wijaya. Awalnya, remaja 16 tahun ini aktif di dunia modelling, tetapi kemudian terjun di dunia balap sepeda motor yang identik dengan kaum pria.
TATKALA peresmian Monita Fans Club (MFC), komunitas pembalap wanita pertama di Indonesia, di Gedung Madu Candya Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, Jumat (20/6), Monita tak henti-hentinya menebar senyum kepada setiap pengunjung yang datang. Wajar, karena komunitas balap yang selama ini ia garap, akan resmi dan diakui oleh Pemda DIY.
Gadis yang rambutnya dicat merah ini juga terlibat sebagai instruktur di MFC. Saat berbincang dengan wartawan, gadis kelahiran 1 April 1998 tesrebut mengaku mulai suka dengan dunia drag bike pada umur 15 tahun. Saat itu ia merasa hobi sang ayah, yakni Permadi, yang senang dengan motor balap, sangat menantang.
Semenjak itulah ia ingin merasakan bagaimana rasanya mengendarai sepeda motor secara kencang. Ia pun kemudian mulai rutin latihan sepekan dua kali, sehingga akhirnya terjun ke kejuaraan balap profesional.
"Saya juga heran karena dulunya modelling terus beralih jadi pembalap. Rasanya sangat menantang," tutur Monita.
Saat ini ia sering mengikuti kejuaraan untuk kelas laki-laki. Menurut Permadi, sang ayah, putri sulungnya kini sudah tak memiliki pesaing jika berlaga di kelas putri. Ia semakin bangga kepada anaknya ketika, belum lama ini Monita berhasil meraih juara satu dalam sebuah balap untuk kelas laki-laki. "Sekarang dia ikut kelas laki-laki terus. Tentu saya sangat mendukungnya," ujar Permadi dengan nada bangga.
Sebelumnya, Monita merupakan salah satu siswa di SMK 4 Yogyakarta. Namun, karena aktivitasnya yang begitu padat, ia akhirnya memilih mengikuti program homeschooling.
Hal ini juga sudah disetujui oleh ayahnya. Monita mengaku harus pandai-pandai membagi waktu antara belajar dan balap agar tidak terbengkalai salah satu.
Saat ditanya soal mimpi, Monita mengaku ingin dapat bermain balap hingga kelas Moto GP. Ia sangat ingin merasakan bermain balap di luar negeri, bahkan tingkat internasional. "Tentunya setiap orang (yang membalap) pengen itu. Saya juga pengen bisa balap hingga ke luar negeri," ujarnya, bersemangat.
Selama menekuni hobinya, Monita memiliki satu pengalaman tak terlupakan. Kala itu, tak lama setelah hujan abu Gunung Kelud dari Kediri, Jatim, mengguyur DIY, Monita berlatih di Pantai Depok, Kabupaten Bantul, DIY. Kondisi jalanan yang licin karena abu menyebabkan ia jatuh, dan pergelangan tangan kirinya retak. Namun itu tak membuatnya kapok untuk menjadi pembalap.
Menurut Monita, jatuh dan berakibat pada patah tulang adalah hal wajar bagi seorang pembalap. "(Waktu itu) aku rem itu (motor) engga bisa berhenti karena terlalu licin. Itu sudah risiko," katanya.
Monita memiliki kesan tersendiri saat melatih anggota baru di komunitasnya. Ia menjelaskan, kebanyakan anggota yang masuk belum memiliki keterampilan soal balap alias masih nol. Karena itu, ia harus mengajar mulai dari teknik dasar. Meskipun demikian, Monita merasa senang karena dapat menyalurkan hobi balapnya. "Tantangannya harus sabar. Tapi menyenangkan, kok," tutur Monita dengan wajah semringah.
Prihatin balap liar
Saat ini, total anggota MFC berjumlah 93 orang. Komunitas ini berangkat dari rasa prihatin Permadi terhadap komunitas balap liar yang semakin marak. Karena itu, ia bersama Monita mewadahi remaja-remaja yang memiliki hobi balap agar dapat menyalurkan keinginannya di jalur yang tepat.
Anggota MFC berlatih dua kali sepekan, pada hari Rabu dan Sabtu, untuk teknik balap; serta Jumat, untuk latihan fisik. Selain Permadi, Monita juga menjadi salah satu instruktur andal saat melatih para anggota.
Untuk bergabung menjadi anggota FMC, kata Monita, tidak harus memiliki sepeda motor terlebih dahulu. Sebab, di FMC sudah tersedia beberapa sepeda motor untuk dipakai balapan. Selain itu, ada semacam karantina bagi anggota yang sedang berlatih, yaitu saat malam hari mereka tak diizinkan ke luar agar tidak terlibat balapan liar. "Bagi yang dari luar DIY ada asramanya juga," ungkap Monita. (siti ariyanti)