Fashion
Bisnis Distro Kian Bergeliat di Yogya
Distro atau distribution store terus berkembang di tanah air
Penulis: tea | Editor: Rina Eviana Dewi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Distro atau distribution store terus berkembang di tanah air. Tak hanya ada di Bandung, Jakarta atau kota besar lainnya, kini distro sudah berkembang pesat di Yogyakarta. Jika pernah melintas di sepanjang Jalan Cenderawasih, Demangan, disitulah lokasi pusat fesyen distro. Beragam brand clothing anak muda semua menawarkan produksi pakaian buatan sendiri. Bagi anak muda, fesyen adalah kebutuhan yang tren-nya harus diikuti. Tak heran bila banyak wirausaha busana ala distro yang masih menjamur saat ini.
Usaha fesyen seperti tidak ada matinya. Apalagi jika produk yang ditawarkan membidik target anak muda. Salah satu konsep usaha fesyen khusus anak muda yang paling populer adalah distro . Meski konsep ini sudah booming sejak tahun 2000, hingga kini, anak muda masih menjadikan distro sebagai arena belanja yang bisa memenuhi selera mereka. Tak heran bila masih banyak pengusaha distro yang masih eksis.
Salah satu outlet distro adalah Nimco Royal Store yang baru dibuka pada November 2012 lalu. Nimco sendiri adalah produk dan juga toko yang membawahi sekitar 10 outlet di dalam satu area. Begitu masuk ke area Nimco, di dalamnya kita tak hanya menemukan satu brand pakaiaan saja melainkan outlet pakaian dari brand lain. Sebut saja, Psychogenic, Blackstar Shop, Aeroplane, hellacious, raze, Throve, reckless, Naps, Lucky Freak, Gee eight dan masih banyak lagi.
Restianti (24) Owner Nimco Royal Store mengatakan mendirikan bisnis clothing di tahun 2006. Bisnis ini awalnya memang hanya dijalankan seorang diri oleh suaminya Eko Rianto. Namun lama kelamaan ia juga ikut berkecimpung di dalamnya. Menurut Resti, suaminya memang hobi mendesian baju, dan pengalamannya pernah bekerja di sebuah distro yang menjadikan Eko terjun ke bisnis clothing. Dulu tokonya terletak di Jalan Mataram, namun sekarang Nimco sudah melebarkan sayap dengan membuka outlet di Jalan Cenderawasih.
“Meski begitu kami tetap pada brand produk menjual pakaian pria, denim, kaos, jaket, dan juga tas,” ucap Restianti kepada Tribun Jogja, Senin (14/1/2013).
Menurut Restianti, kunci keberhasilan bisnis di bidang ini adalah kreativitas serta kemampuan membaca selera konsumen. Resti mengatakan distro, factory outlet dan butik memiliki karakteristik bisnis yang berbeda-beda. Distro lebih menonjolkan kreativitas desain yang biasanya tidak diproduksi dalam jumlah massal, hal ini juga yang menjadikan kelebihan distro dibandingkan produk pabrikan, yakni desain yang tidak pasaran.
Sedangkan FO atau factory outlet lebih mengandalkan produk pabrik berkelas dengan harga lebih murah dari harga normal, karena biasanya barang yang dijual di FO adalah sisa export. Dan butik lebih menonjolkan spesifikasi produk dan desain yang ditawarkan, misalnya butik batik dan lainnya. Meski dalam prakteknya seringkali digabungkan demi melayani kemauan konsumen.
“Produk yang kami jual benar-benar mengikuti selera pasar. Misalnya saat ini sedang musim hujan, kami banyak memproduksi jaket, nanti beda lagi kalau lebaran, akan lebih banyak kemeja,” ujarnya.
Fikri Al Farobi, Pemilik Brand Clothing Itsrain mengatakan awalnya di 2009, berdiri karena kecintaannya pada dunia fesyen distro. Ia pun mencoba membuat kaos dengan karakter yang disuka anak muda. Ada motif tribal, art pop dan iconic. Ternyata produknya banyak disukai anak muda Yogya. “Karakternya sih lebih ke simple dan casual. Kebanyakan memang untuk cowok,” ucapnya. (*)